Mekah,
pertengahan bulan Ramadan, 15 abad silam. Cuaca kering, suasana sunyi
senyap.Gua Hira di lereng Bukit Nur tak jauh dari jantung kota Mekah,
remang-remang dan lengang. Seorang lelaki berusia 40 tahun tengah melakukan
tahanut, khalwat, atau uzlah (menyepi) di gua yang hampir tak pernah dijamah
manusia. Dialah Sayidina Muhammad lelaki yang kelak menjadi pemimpin besar
sebagian umat manusia.
Di tengah
keheningan itu, tiba-tiba muncul kilauan cahaya memasuki gua, mendekati
Muhammad. Perlahan kilauan itu menjelma Jadi sosok manusia yang belum
pernah dikenalnya, yang kemudian menyuruhnya membaca.
“Bacalah!” katanya.
Dengan gemetar Muhammad menggeleng,”Aku tidak bisa membaca”
Sosok sangat berwibawa itu lalu mendekap Muhammad, yang menggigil
ketakutan.Setelah melepaskannya, kembali sosok tersebut menyuruh
Muhammad membaca, dan sekali lagi ia menggeleng. Hal itu berulang Sampai
3 kali.
Karena takut kembali didekap, Muhammadpun bertanya "Apa yang harus saya baca?"
Maka sosok yang tiada lain adalah Malaikat itu lalu menuntun Muhammad
membaca,"Bacalah! Dengan menyebut nama yang telah mencipta. Dia ciptakan
dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, yang telah
Mengajar dengan kalam, yang mengajar apa yang tidak diketahuinya.
"Peristiwa itu pun kemudian melekat di benak setiap kaum muslimin
sebagai kronologi bersejarah turunnya wahyu Allah SWT yang pertama,
yaitu surah Al-Alaq ayat 1-5, satu dari 114 surah Al-Quran.
Sebagian besar ulama yakin, wahyu pertama turun pada 17 Ramadan, saat
Rasulullah SAW tengah bertahanut di Gua Hira. Tanggal 17 Ramadan adalah
juga tanggal pecahnya Perang Badr, beberapa tahun setelah peristiwa di
gua Hira tersebut. Para mufasir (ahli tafsir) Al-Quran mendasarkan hal
itu pada ayat 41 surah Al-Anfal, "… jika kamu beriman kepada Allah dan
kepada apa kami turunkan kepada hamba Kami di hari Furqan (pembeda yang
hak dari batil), yaitu hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa
atas segala sesuatu.
"Namun menurut sebagian Ayat Al-Quran turun pada Laylatul Qodar (malam
penentuan), yang diperkirakan jatuh pada 10 hari terakhir bulan
Ramadan.
Misalnya ayat 1 surah Al-Qadr, "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya
(Al-Quran) pada Lailatulkadar." Juga ayat 185 surah Al-Baqarah, "Bulan
Ramadan (ialah) bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk Itu, serta
pembeda antara yang hak dan yang batil." Selain itu juga ayat 3 surah
Ad-Dukhan, "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam
yang diberkahi." Tapi di sisi lain, sejarah justru mencatat, Rasulullah
SAW menerima wahyu Al-Quran bagian demi bagian sepanjang 22 tahun dua
bulan 22 hari. Mengapa demikian?
LAUHUL MAHFUZH
Meskipun Al-Quran diimani sebagai kalamullah, firman Allah, kajian
mengenai keberadaannya sejak dari sumbernya pun telah membuahkan beda
pendapat. Para ulama Ahlusunah meyakini, semua firman Allah sama-sama
kadim ("maha-dahulu") dengan Allah. Sebab, kalam tentulah tak
terplsahkan dari Sang Mutakalim, yang mengucapkannya. Sementara kalangan
Mu'tazilah berpendapat sebaliknya. Al-Quran adalah "makhluk", yang
tentu bersifat hadits atau huduts (baru), sebagaimana makhluk Allah lainnya.
Proses penurunan wahyu itu melalui berbagai cara. Kepada malaikat,
misalnya, Allah selalu berbicara langsung dengan bahasa yang hanya
dipahami oleh mereka. Hal itu dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat
Nawas bin Sam'an, yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Apabila Allah hendak mewahyukan suatu urusan, Dia pun berblcara melalul
wahyu. Maka langit pun berguncang dengan dahsyat, karena takut kepada
Allah SWT. Apabila penghuni langit mendengarnya, jatuh bersujudlah
mereka. Yang pertama mengangkat wajah adalah Jibril, maka Allahpun
berbicara kepadanya menurut cara yang dikehendaki-Nya. Kemudian Jibril
berjalan melintasi para malalkat. Setiap kali melewati satu langit,
malalkat penjaga langit bertanya, 'Apa yang telah dikatakan oleh Tuhan
kita, wahai Jibril?' Jibril menjawab, 'Dia mengatakan yang hak, dan
Dialah Zat Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.' Para malaikat itu pun lalu
menirukan yang diucapkan Jibril…"
Al-Quran juga diyakini tercatat di suatu tempaf di arsy (takhta) Allah yang disebut Lauhul Mahfuzh. Proses perjalanan wahyu dari Lauhul Mahfuzh
sampai ke Rasulullah juga tak lepas dari beda pendapat. Setelah melalui
polemik cukup panjang, ulama Ahlu-sunah terbagi dalam tiga mazhab
besar. Mazhab pertama bersandar pada pendapat Ibn Abbas dan sejumlah
ulama yang menjadi pegangan mayoritas ulama saat ini. Menurut mazhab
ini, yang dimaksud dengan turunnya Al-Quran dalam ketiga ayat tadi iaiah
turunnya seluruh ayat Al-Quran sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke BaituI Izzah di langit dunia, ketika para malaikat terkagum-kagum menyaksikan kebesaran peristiwa tersebut.
Setelah itu barulah Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah SAW secara
berangsur-angsur selama 22 tahun dua bulan 22 hari berdasarkan berbagai
peristiwa dan kejadian sejak Rasulullah diutus sebagai rasul hingga
wafat. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hadis sahih. Antara lain,
riwayat Ibn Abbas, yang menyatakan, "Al-Quran diturunkan sekaligus ke
langit dunia pada Lailatulkadar, kemudian diturunkan selama 22 tahun."
Lalu la membacakan ayat 33 surah Al-Furqan, 'Tidakkah orang-orang kafir
itu datang kepadamu dengan sesuatu yang ganjil, sedangkan Kami datangkan
kepadamu sesuatu yang benar dan paling balk penjelasannya."
Dalam riwayat yang lain, Ibnu Abbas berkata, "Al-Quran itu dipisahkan dari az-Zikr,
lalu diletakkan di BaituI Izzah di langit dunia. Maka Jibril mulai
menurunkannya kepada Nabi SAW." Kata Ibn Abas lagi, "Al-Quran diturunkan
pada Lailatulkadar di bulan Ramadan ke langit dunia sekaligus, lalu
diturunkan secara berangsur-angsur."
LEWAT MIMPI
Mazhab kedua berdasarkan riwayat Asy-Sya’bi Menurut mazhab ini,
turunnya Al-Quran sebagaimana disebutkan dalam tiga ayat tersebut
merupakan permulaan turunnya Al-Quran pada Rasulullah SAW. Dimulai pada
Lailatulkadar di bulan Ramadan, kemudian turun bertahap sesuai dengan
kejadian atau peristiwa yang dialami atau terjadi di masa hidup
Rasulullah SAW selama kurang lebih 23 tahun. Jadi, menurut mazhab ini,
Al-Quran diturunkan dengan satu cara, yaitu secara bertahap kepada
Rasulullah SAW. Mereka menyandarkan pendapatnya kepada ayat 106 surah
Al-lsra, "Dan Al-Quran itu telah Kami turunkan secara berangsur-angsur
agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia, dan Kami
menurunkannya bagian demi bagian."
Menurut ulama tafsir mula-mula RASULULLAH SAW diberi oleh Allah SWT
lewat mimpi di bulan Rabi’ulawal, bulan kelahirannya.Mimpi itu
berlangsung terus selama 6 bulan sampai kemudian beliau mendapat wahyu
dalam keadaan sadar, terjaga,pada bulan Ramadhan dengan surah
AI-'Alaq. Madzhab kedua ini juga bersandar pada dalil-dalil shohih Dan
tidak bertentangan dengan madzhab pertama.
Pendapat Madzhab ketiga lain lagi. Menurut madzhab ini, Al-Qur’an
diturunkan ke langit dunia selama 23 tahun pada setiap datangnya
Laylatul Qodar, selama masa kenabian Rasulullah SAW. Pada setiap
Laylatul Qodar tahunnya setiap tahunnya, diturunkan ayat-ayat yang telah
ditentukan oleh Allah di sepanjang tahun tersebut. Baru kemudian wahyu
untuk satu tahun itu diturunkan berangsur-angsur oleh JIbril kepada
Rasulullah sepanjang tahun. Mazhab ini adalah hasil ijtihad sebagian mufasir, tidak mempunyai dalil.
Namun pada akhirnya pendapat yang unggul ialah diturunkan dalam dua
piode.Pertama diturunkan sekaligus pada laylatur qodar dari
Lauhul Mahfuzh
di arsy ke Baitul Izzah di langit dunia. Kedua, Al-Quran diturunkan
dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selama lebih kurang 23
tahun.
Al-Qurtubi seorang ulama mufasir yang termasyur menukil riwayat
ijma'(kesepakatan) ulama dari Muqatil bin Hayyan bahwa Alturunnya Al-Quran itu sekaligus, dari
Lauhul
Mahfuzh ke BaituI Izzah di langit dunia. Sementara Ibn Abbas sendiri
memandang, tidak ada pertentangan antara ketiga ayat yang berkenaan
dengan turunnya Al-Quran tersebut dengan realitas sejarah kehidupan
Rasulullah SAW, bahwa Al-Quran turun selama lebih kurang 23 tahun, dan
bukan hanya di bulan Ramadan.
Para ulama ahli tafsir mengisyaratkan hikmah sistem penurunan Al-Quran
tersebut. As-Suyuti misalnya, berpendapat, "Rahasia diturunkannya
Al-Quran sekaligus ke langit dunia iaiah untuk memuliakan kitab suci
tersebut dan orang yang menerimanya. Yaitu dengan memberitahukan kepada
penghuni tujuh langit dan bumi bahwa Al-Quran adalah kitab terakhir yang
diturunkan kepada Rasul terakhir dan umat yang paling mulia. Kitab itu
telah berada di ambang pintu dan akan segera diturunkan kepada mereka."
AGAMA SAMAWI
Seandainya tidak ada hikmah llahi yang menghendaki disampaikannya
Al-Quran secara bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi,
As-Suyuthi melanjutkan, tentulah la diturunkan ke bumi sekaligus
seperti halnya kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Untuk memperkuat
pendapatnya, la mengutip ayat 192-195 surah Asy-Syu'ara, "Dan
sesungguhnya Al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan Semesta
Alam; dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin ke dalam hatimu agar kamu menjadi
salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan dengan
bahasa Arab yang jelas."
Proses turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur itu memang suatu
keistlmewaan, karena kitab-kitab agama samawi seiaelumnya, seperti
Taurat (untuk Nabi Musa), Injil (untuk Nabi Isa), dan Zabur (untuk Nabi
Dawud), turun sekaligus. Dalam Al-Quran surah Al-Furqan ayat 32, Allah
SWT berfirman, "Berkatalah orang-orang kafir, 'Mengapa Al-Quran Itu
tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?' Demikianlah, supaya Kami
perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (jelas)."
Sementara turunnya Al-Quran di bulan Ramadan juga menguatkan
autentisitasnya sebagai firman Allah SWT. Karena di bulan Ramadanlah
diturunkannya semua kitab suci agama samawi. Menurut sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imran dari Qatadah, Nabi SAW bersabda,
"Shuhuf
(lembaran-lembaran wahyu) Ibrahim diturunkan Allah pada awal malam
bulan Ramadan, Taurat diturunkan Allah pada pertengahan bulan Ramadan,
Injil diturunkan Allah pada tanggal 13 bulan Ramadan, Zabur diturunkan
Allah pada tanggal 18 bulan Ramadan, dan Al-Quran diturunkan Allah pada
tanggal 24 bulan Ramadan."Yang dimaksud turunnya Al-Quran pada tanggal
24 bulan Ramadan iaiah turun dari
Lauhul Mahfuzh di arsy ke
BaituI Izzah di langit pertama. Sedangkan turunnya wahyu kepada
Rasululah SAW melalui Jibrll di Gua Hira terjadi pada 17 Ramadan.
Diawali dengan lima ayat pertama surah Al-Alaq dan seterusnya,
diturunkan berangsur-angsur selama 22 tahun dua bulan 22 hari, sampai
tanggal 9 Zulhijah, tiga bulan sebelum Rasulullah SAW wafat.
Ditinjau dari periode turunnya, Al-Quran terbagi dua. Surah Makiyah,
yaitu ayat-ayat yang diturunkan di Mekah sebelum Nabi berhijrah ke
Medinah. Jumlahnya meliputi 19/30 dari seluruh kandungan Al-Quran,
terdiri dari 86 surah atau 4.780 ayat. Surah-surah Makiyah itu umumnya
pendek-pendek, dan
"banyak didahului dengan kata-kata "Ya
ayyuhan nasi'
(Wahai manusia), dan berkaitan dengan iman, akhlak, ancaman dan pahala,
serta kisah-kisah umat terdahulu yang mengandung hikmah keteladanan.
GEMERINCING LONCENG
Bagian kedua lalah surah-surah Madaniyah, yang turun di Medinah, yaitu
sesudah Nabi hijrah ke Medinah. Jumlahnya meliputi 11/30 dari kandungan
Al-Quran, atau 28 surah atau 1.456 ayat. Surah Madaniyah umumnya
panjang-panjang, banyak diawali dengan
"Ya, ayyuhal ladzina amanu'
(Hai, orang-orang yang beriman), dan berkaitan dengan hukum
kemasyarakatan, ketatanegaraan, perang, hubungan internasional, hubungan
antar-agama, dan sebagainya. Adapun metode penyampaian Al-Quran oleh
Jibril kepada Rasulullah SAW melalui berbagai cara. Antara lain Jibril
"memasukkan" wahyu itu secara langsung ke dalam hati Rasulullah tanpa
memperlihatkan wujudnya. Beliau tiba-tiba merasakan wahyu itu telah
berada di dalam hatinya. "Ruhul kudus mewahyukan ke dalam kalbuku…,"
sabda Rasulullah SAW.
Terkadang Jibril juga menampakkan diri kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai seorang laki-laki yang gagah dan rupawan. la mengucapkan wahyu,
kata demi kata, dihadapan Rasulullah SAW, sehingga beliau menghafalnya.
Di lain waktu, wahyu yang turun seperti gemerincing lonceng. Cara ini
oleh Rasulullah dirasakan paling berat, sampai beliau "mandi" keringat,
padahal terkadang terjadi di musim dingin.
Meski hanya serangkaian kalimat, pada hakikatnya wahyu hal yang sangat
agung dan berat. Bahkan apabila Nabi Muhammad SAW menerima wahyu ketika
ia sedang mengendarai unta, seketika itu juga untanya berhenti dan
terduduk, karena merasa sangat berat. Pernah juga Jibril menyampaikan
wahyu dengan menampakkan wujud aslinya.
Setiap kali menerima wahyu, Rasulullah SAW kemudian menghafalnya di
bawah pengwasan Jibril. Setelah itu Rasulullah membacakannya di hadapan
para sahabat dan memerintahkan mereka untuk menghafalnya. Rasulullah
juga memerintahkan sahabat yang pandai baca tulis untuk mencatat wahyu
tersebut di pelepah kurma, lempsengan batu, kepingan tulang unta, dengan
sangat hati-hati. Di Medinah, Rasulullah memiliki beberapa juru tulis
wahyu. Yang paling terkenal Zaid bin Tsabit, dan belakangan Muawiyah bin
Abi Sufyan.
Untuk menjaga kemurnian Al-Quran, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis
Bukhari dan Muslim, setiap tahun Jibril mendatangi Rasulullah SAW untuk
memeriksa dan hafalan beliau. Jibril menyuruh mengulangi bacaan seluruh
ayat yang telah diwahyukan. Kemudian Nabi sendiri juga melakukan hal
yang sama, mengontrol bacaan sahabat-sahabatnya. Dengan Demikian
terpeliharalah Al-Quran dari segala kesalahan atau kekeliruan.
Al-Quran, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, adalah mukjizat
yang tiada tanding. Ditinjau dari keindahan kalimatnya, ia memiliki
ketinggian nilai sastra yang tiada tara
Kandungan
isinya pun sangat beragam, mencakup seluruh aspek kehidupan dan ilmu
pengetahuan, baik fisik maupun metafisika. Tak seorang pun yang dapat
membuat kitab yang menyamai atau menandingi Al-Quran, sebagaimana firman
Allah dalam surah Bani Israil ayat 88, "Katakanlah, sesungguhnya jika
manusia dan jin berkumpul untuk membuat (kitab) serupa Al-Quran, niscaya
mereka tidak akan dapat membuatnya, biarpun sebagian dari mereka
membantu sebagian (yang lain)."